Melangkah atau berdiam diri, berbuat atau
melepaskan sesuatu, memperjuangkang atau membiarkan, atau perkara yang tidak
bisa kita putuskan dalam waktu yang singkat. Sejak perkara itu hadir sampai
keputusan itu muncul, kita berada pada ranah bingung, kenapa bingung yaa
istilahnya?
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
membuat bangun segi empat, lalu beliau membuat garis lurus di tengahnya yang
menembus bangun segi empat itu. Kemudian beliau membuat garis kecil-kecil
menyamping diantara garis tengah itu, lalu beliau bersabda,
“Ini manusia, dan ini ajalnya mengelilinginya. Dan
garis yang menembus bangun ini adalah obsesinya. Sementara garis kecil-kecil
ini adalah rintangan hidup. Jika dia berhasil mengatasi rintangan pertama, dia
akan tersangkut rintangan kedua. Jika dia berhasil lolos rintangan kedua, dia
tersangkut rintangan berikutnya.” (HR. Bukhari 6417).
Bagian penjelasan Rasulullah ini adalah
gambaraan bahwa siapa saja punya harapan, dan akan mendapatkan rintangan dari
harapannya. Setiapa harapan itu, disela-selanya dia kadang akan galau, senang,
sedih, dll. Perasaan itu muncul karena tidak ada satupun manusia yang tahu masa
depannya. Sementara mereka semua berharap bisa mendapatkan
harapan/cita-citanya. Allah berfirman,
“Tidak ada satupun jiwa yang mengetahui apa
yang akan dia kerjakan besok.” (QS. Luqman: 34)
Dalam kesempatan yang sedikit itu,
layaknya anda hanya bisa serahkan kepada Allah, apa yang menjadi keputusannya,
karena anda tidak dapat berjanji. Mengenai keinginan dan harapan, manusia hanya
berusaha. Sepertinya tulisan ini masih belum menyentuh point yang ingin
disampaikan. Saya ingin menyampaikan dengan perlahan saja, mudah-mudahan
kehadiran tulisan ini menjadi gambaran.
Salah satu yang tidak baik kita adalah
memberikan janji; janji seorang laki-laki untuk menikahi perempuan sebagai
refresentasi harapannya, kenapa? Karena menikah juga mirip dengan kematian.
Kematian tidak layak kita janjikan, kematian hanya layak dipersiapkan.
Pernikahan juga menduduki posisi seperti posisi kematian. Seorang laki-laki
atau perempuan selayaknya lebih pantas untuk memantaskan diri dari pada
menjanjikan diri, bagitulah kiranya pendapat saya. Namun saya dan kita adalah
manusia yang lemah, yang menginginkan atau terobsesi dengan harapan.
Nasehat Rasulullah ini kiranya bisa jadi
penawar dan obat bagi hati dan pikiran: “Bersemangatlah untuk
mendapatkan apa yang manfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan
jangan lemah. Jika kalian mengalami kegagalan, jangan ucapkan, ‘Andai tadi saya
melakukan cara ini, harusnya akan terjadi ini…dst.’ Namun ucapkanlah, ‘Ini
taqdir Allah, dan apa saja yang dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena
berandai-andai membuka peluang setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945,
Ibn Hibban 5721, dan yang lainnya).
Selain itu, pesan ini juga bisa jadi peluang
bagi kita untuk mengatasi problem kegalauan yang ada “Bahaya terbesar
yang dialami seorang hamba, adalah adanya waktu nganggur dan waktu luang.
Karena jiwa tidak akan pernah diam. Ketika dia tidak disibukkan dengan yang
manfaat, pasti dia akan sibuk dengan hal yang membahayakannya. (Thariq
al-Hijratain, hlm. 413)
Komentar
Posting Komentar