Pagi itu setelah makan pagi, aku memakai
pakaian baju putih, celana merah dengan dua saku yang bolong di paha kiri dan
kanan. Saya sudah merasa siap, aku ambil tas dengan kanjing yang tidak bisa
ditutup, akhirnya aku pake kancing peniti, ditempat saya namanya kotuk gambo.
Sampai di pintu, saya ambil sepatu yang tergantung di balik pintu. Sepatu saya
sekolah digantung di balik pintu di tempat paku yang masih menganga. Sepatu ku
biasanya bolong di panggkal jari sebelah kiri dan sebelah kakan. Karena sering
aku pake bermain bola dengan teman-temanku di halaman sekolah yang penuh
kerikil dan debu kalau lagi kemarau. Kami main bola sangat semangat, kadang
ketika menendang bola kerikil dan debu juga ikut beterbangan. Wajar kalau
sepatu ku bolong.
Habis itu saya memakai kaos kaki. Saya
masukkan jari-jari ku dengan menggulung kaos kaki agar mudah memasukkannya.
Setelah jari-jari kaki ku masukkan, aku tarik terus ke atas hingga menutupi
betis. Saya lepas kaos kakinya, ujung atasnya turun molorot ke bawah hingga
mata kaki. Saya coba tarik lagi, kali ini aku tarik agak kencang hingga tinggal
sedikit bagian betisku yang tidak tertutupi. Aku lepas, ujung kaos kaki itu
turun lagi ke bawah hingga mata kaki. Saya belum putus asa, saya coba tarik
lagi dengan sangat kencang hampir sampai ke lutut bagian bawah, saya lepaskan
dengan spontan, eeeh ujung kaos kakinya turun lagi hingga mata kaki.
Akhirnya saya pergi ke dapur mencari karet
gelang. Di dapur kami sering banyak karet gelang ditumpukan kaleng berisi ikan
asin. Karena kalau ibu pergi ke pasar sering beli ikan asin dan bungkus pake
koran dan diikat pake karet gelang. “aaah disini pasti ada” saya berpikir,
akhirnya saya raba ke dalam kaleng, ternyata betul saya dapat karet gelang,
saya ambil dua yang masih membungkus ikan asin di dalam koran tersebut.
Setelah itu aku langsung masukkan karet
gelangnya ke betis, waktu itu aku buru-buru jadi karet gelangnya aku gak cuci
lagi. Aku gulung karet gelangnya dengan ujung kaso kaki, kemudian aku tarik
kencang ke atas kemudian saya lepas. Terdengar sedikit bunyi “paahhkk” bunyi
karet gelangnya menghampiri betis ku. Tapi alhamdulillah, kaos
kakinya tidak melorot lagi. Saya sangat senang karena sudah merasa rapi, saya
angkat topi ku kemudian aku rebahkan rambutku kesebelah kiri dan aku pakai lagi
topinya.
Saya berangkat ke sekolah dengan
terburu-buru. Sekitar 50 meter lagi ke gerbang sekolah, terdengar bunyi lonceng
“teeeeng”-teeeng”-“teeeng”, saya berlari dengan cepat, tidak sadar kalau
sebelum gerbang sekolah ada anjing yang garang milik warga sekitar sekolah.
Anehnya, anjing itu selalu memperhatikan siswa yang hendak ke sekolah. Apabila
siswa berjalan dengan santai, anjing itu juga tidak akan beranjak dari
tempatnya, hanya memperhatikan saja. Tapiii, ada tapinya, kalau siswa
dilihatnya berlari, maka akan di kejar. Semakin cepat siswa berlari, maka
anjing itu juga akan mengejar dengan cepat. Anjing warna hitam, telinganya
berdiri, moncongnya runcing.
Setelah memulai berlari, saya mendengar suara
anjing “gooong”-“gonnng”-“gonnng” dan suaranya semakin dekat. Alamaaaak...!
anjing itu tepat dibelakang ku. Saya menambah kecepatan lari seperti para
atlet. Eeeeeh.... anjingnya tidak mau kalah, dan suara gonggongannya semakin
garang dan semakin dekat. Ayaaaaaaaah, lidah anjing itu telah mengenai betisku.
Tapiiii, tapi, tapi, tidak digigit. Saya sampai pintu gerbang, anjingnya
berhenti dan berbalik arah. Kayaknya anjingnya mencium bau ikan asin di betisku,
makanya dia tidak mau gigit. “ini mangsanya meooong ini” mungkin katanya.
Untung saja mereka (anjing dan kucing) bertengkar ya,
kalau mereka bersahabat, pasti betisku udah direnggutnya. Alamaak disuntik lagi
aku berarti kalau berobat. Aku gak suka disuntiiiik.
Komentar
Posting Komentar