Hari ahad pagi jam 04.00 saya berangkat dari
rumah menuju Pasar Minggu Jakarta Selatan, hendak berangkat dari Pasar Minggu
menuju bandara bersama teman-teman. Setelah selesai shalat subuh kami berangkat
menuju Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Timur. Setelah boarding pass
dan proses pemeriksaan yang lain, akhirnya kami berangkat ke Solo dan
Yogyakarta dalam rangka penelitian dan pengembangan lembaga. Kurang lebih jam
07.30 kami sampai di Solo.
Setelah sampai di Solo, kami memulai agenda
dengan jadwal yang sangat padat. Mulai dari Boyolali, Sragen, Karanganyar,
Sukoharjo, Bantul, Sleman, Salatiga, Surakarta hingga kembali ke Jakarta.
Setelah melalui agenda yang sangat pada tersebut, saya akhirnya mendapat
pelajaran yang sangat banyak, dan paling utama satu pelajaran yang sangat
penting yang akan saya utarakan dalam paragraf berikut.
Agenda penelitian dan pengembangan lembaga
yang kami maksud ke Solo dan Yogyakarta ini kami laksanakan dengan melakukan
pengamatan dan penggalian informasi kepada beberapa pondok dan lembaga pendidikan
di sana. Ketika melakukan pengamatan dan wawancara kepada steakholder,
saya memahami betapa dahsyatnya pengaruh ideologi dalam memprogram hidup kita.
Sesuatu yang sangat berat dan susah untuk
dilaksanakan oleh kebanyakan orang lain, malah dengan semangat yang begitu kuat
orang yang berideologi melaksanakannya. Budaya dan kehidupan sosial
bermasyarakat terbentuk dan mempunyai khas masing-masing karena ideologi yang
di pegang berbeda-beda.
Saya ingin memberikan contoh, ada suatu
daerah yang mempunyai falsafah hidup “semua urusan beres dengan duit”, dan
falsafah hidup ini menjadi ideologi bagi daerah itu. Maka kehidupan di daerah
itu “ke-arif-annya” akan berstandar dengan uang. “Ke-arif-an” lokal yang
seperti ini akan berkonsekuensi sangat besar bagi tatanan kehidupan masyarakat.
Intraksi para pejabat akan banyak diwarnai oleh korupsi, pendidikan bisa
dibayar dengan uang, proses seleksi pejabat daerah bisa ditentukan dan
dimenangkan oleh yang punya banyak uang, kehidupan tolong menolong akan menjadi
terpinggir, bahkan mahar seorang gadis bisa “selangit”.
Bukan hanya itu, perkara yang sangat besarpun
bisa terjadi; pejabat negara akan “kong-kalikong” dengan “penjajah”, hingga
narkoba bisa menjadi ladang duit bagi sebagian penegak hukum. Seperti di daerah
saya, banyak penegak hukum yang terlibat narkoba karena duit, sehingga ada 53 polisi
dipecat karena peredaran narkoba (13 des 2020). Kenapa, karena seperti yang
kami sebutkan di atas bahwa ideologi itulah yang menggerakkan kita.
Kami ingin mencontohkan yang lain, di
Yogyakarta masyarakat berkeyakinan bahwa hidup ini segelanya ditentukan oleh
ilmu. Keyakinan dan idelogi ini mengakar pada pikiran sebagian besar
masyarakat, maka keyakinan ini membawa konsekuensi yang sangat besar bagi
masyarakat tersebut.
Kegitan masyarakat, budaya pejabat akan
diwarnai dan saling berkompetisi untuk menjadi yang lebih “tahu” atau pintar.
Sehingga mereka berlomba-lomba mencari ilmu. Pejabat tidak akan mudah korupsi,
karena identitas mereka dibentuk bukan banyaknya uang, tetapi banyaknya ilmu.
Narkoba hanya dikalangan para penjahat, karena mereka tahu itu sangat merusak
walaupun banyak uangnya. Para pendakwah akan berlomba-lomba menjadi yang lebih
alim, bukan menjadi yang lebih pandai beretorika dan banyak hal yang akan
terjadi dengan masyarakat tersebut yang semuanya akan diwarnai dengan
kreatifitas dan ilmu pengetahuan.
Begitulah ideologi menggerakkan masyarakat,
gerakan ini memang semu bahkan tidak terlihat, namun dampaknya sangat dahsyat.
Untuk membangun idelogi masing-masing, kita perlu konsisten dan komitmen pada
kebenaran bukan pada harta, jabatan atau benda.
Perkembangan ideologi ini memang sangat
pelan, namun akibatnya sangat kuat dan menghilangkangnya tidaklah mudah.
Setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menangkal ideologi
yang buruk ini. Diantaranya : bersabar, kuat, menangkal falsafah-falsafah yang
buruk, dan mengkampenyakan falsafah-falsafa yang baik, contoh: “kami tidak bisa
dibeli dengan duit, kami adalah masyarakat yang sangat terpelajar” dan
lain-lain.
Untuk lebih meyakinkan para pembaca, saya
ingin memberikan contoh lain: di suatu daerah di Indonesia ini menganggap
bercerai adalah hal yang biasa, maka kawin cerai menjadi hal yang sangat mudah
sekali terjadi bagi mereka, namun daerah lain menganggap cerai itu adalah aib,
makan kawin-cerai jarang ditemukan di daerah itu. Semua itu terjadi karena
keyakinan yang ada pada masyarakat yang telah kita sebutkan.
Untuk itu, kita perlu memikirkan beberapa hal
yang lebih besar yang dapat merubah kebiasaan buruk yang terjadi dimasyarakat
kita dan menggantinya menjadi kebiasaan yang baik lagi luhur, dengan itulah
tercipta masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.
Komentar
Posting Komentar