WAKAF DAN SOSIAL UMMAT: SEBUAH
CATATAN HASIL DISKUSI QLC
Perkembangan sosial dan ekonomi di Indonesia sekarang
ini membuat kita sadar bahwa ummat islam harus punya gebrakan-gebrakan yang
strategis untuk memberdayakan masyarakat islam supaya tidak terpuruk di masa
depan. Ketertinggalan ekonomi ummat islam bisa menjadi sebab “celakanya” ummat
islam di Indonesia. Bisa berupa penguasaan atas tanah, perdagangan di negara dengan mayoritas ummat islam.
Salah satu strategi dan solusi dari islam untuk
menghalangi keserakahan ini adalah dengan sistem wakaf. Bagaimana sistem wakaf
dapat mengatasi problem ini? Sebelum kita bahas lebih jauh, mari kita bahas
pengertian wakaf terlebih dahulu yang saya sesuaikan dari presentasi Muhammad
Bukhori Lc. pada diskusi itu.
a. Pengertian
Wakaf
Secara bahasa, wakaf
berasal dari Bahasa Arab yang artinya menahan (alhabs) dan mencegah (al-man’u).
Maksudnya adalah menahan untuk tidak dijual, tidak dihadiahkan, atau
diwariskan. Contohnya adalah seseorang yang mewakafkan tanahnya untuk lahan
pemakaman umum. Maka tanah yang sudah
diwakafkan tersebut tidak boleh ditarik kembali, dijual, diwariskan, atau
dihadiahkan kepada orang lain.
Wakaf menurut hanafiiyah adalah menahan
suatu barang yang rill (‘ain), dengan status
kepemilikan barang tersebut tetap berada pada tangan si wakif, dan
mendistribusikan atau mensedekahkan manfaatnya kepada penerimanya.
Menurut malikiyah wakaf
adalah pemberian manfaat suatu benda selama benda tersebut masih ada, di
mana benda tersebut tetap menjadi milik wakif. Menurut Syafi’iyah wakaf adalah menahan
suatu barang yang bisa dimanfaatkan, dan barang tersebut bersifat baqo’ tidak
habis pakai. Sedangkan menurut Hanabilah wakaf
adalah menahan pokok suatu barang dan mensedakahkan hasilnya.
Dalam undang-undang No. 41 tahun 2004 mengenai wakaf, pengertian
wakaf adalah perbuatan hukum wakif (pihak yang mewakafkan
harta benda miliknya) untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syari’ah.
Kalau menurut saya
wakaf itu adalah perbuatan hukum seseorang, kelompok orang atau
badan hukum (seperti
perusahaan) yang memberikan harta nya yang bersifat kekal kepada
sebuah lembaga tertentu untuk diambil manfaatnya untuk
selama-lamanya sebagai niat ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.
Setelah kita membahas
pengertian wakaf, sekarang seperti apa hubungan wakaf dengan masalah yang telah
kita utarakan di atas? Mari kita lanjutkan pada bahasan berikut ini:
b. Wakaf dan
Sosial Ummat
Dulu sebelum Negara Israel berdiri, ummat
islam tidak sadar bahwa tanah mereka sudah banyak
yang dikuasai oleh Yahudi yang mereka jual sebelumnya. Setelah Negara Israel
berdiri, mereka sadar ternyata tanah mereka sudah banyak yang dibeli Yahudi
sebelumnya sehingga penguasaan atas Palestina menjadi lebih mudah setelah
terjadi pencaplokan oleh Israel. Hal ini akhirnya menjadi masalah besar hingga
saat ini. Kejadian Itu terjadi di Palestina oleh etnis Yahudi.
Peranan wakaf bisa digunakan untuk mengatasi
problem ini menjadi lebih besar. Contoh: orang tua yang mempunyai harta bisa
mewakafkan hartanya seperti tanah atau rumah kepada ahli warisnya sepertiganya,
sehingga wakaf itu sampai kapanpun tidak bisa di jual lagi, namun hasilnya bisa
dimanfaatkan atau digunakan.
Pemerintah Indonesia juga bisa melakukan hal
yang sama, hutan yang berada di dekat tanah ulayat rakyat bisa di wakafkan
untuk kepentingan rakyat tersebut, sehingga tanah itu tidak bisa di “grogoti”
oleh pemerintah selanjutnya yang mungkin pro terhadap asing.
Dalam kesempatan diskusi itu, Ustadz Triyo
Anggota MUI Pusat dan Staf Ahli BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)
yang menjadi pembina QLC setiap minggu ini memberikan wejangan bahwa ummat
islam harus lebih aplikatif sehingga masyarakat muslim terberdayakan. Kemudian Ustadz
Triyo menambahkan bahwa dalam pengembangan wakaf, infak dan shadaqah perlu
kiranya untuk dikembangkan secara masif menjadi wakaf, infak dan shadaqah yang
produktif, contohnya pengembangan usaha dan penyertaan modal. Beliau
menambahkan bahwa, sebagai anggota MUI beliau banyak memahami dan sekarang lagi
membahas problem ummat. Dalam menanggulangi ketertinggalan ummat islam di MUI
sudah dibahas bahwa infaq wakaf dan shadaqah harus dikelola lebih produktif
lagi. Menurut pengalam Ustadz Triyo sendiri, hal ini sudah dilakukan kepada
beberapa orang. Untuk mencapai itu semua, kita harus berperan semua ummat
muslim dan harus menjadi ummat muslim yang lebih moderat dan memperhatikan ummat.
Selain Ustadz Triyo, Ustadz Ahmad Faqih:
Pendiri, Pengasuh Pondok Pesantren Babussalam Karangploso, Kab. Malang yang
hadir dalam kesempatan itu menyatakan bahwa saatnya kita mahasiswa Pasca
Sarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang memiliki pemikiran yang lebih terbuka,
jika ada perbedaan pendapat dalam masalah tertentu kita harus saling menghargai.
Ustadz Ahmad Faqih mencontohkan dalam hal jual beli; dalam mazhab Syafi’i kita
harus mengucapkan akad dalam jual beli itu, namun ternyata kita yang mayoritas
bermazhab Syafi’i tidak melakukan itu dan melakukan sesuai dengan
mazhab Hanafi tanpa melakukan akad secara ikrar dan hanya akad sesuai
dengan kebiasaan yaitu ada barang ada uang tanpa mengucapkan “saya beli yaa
barang nya, ia saya jual. Ok... saaah”. Ini kata Ustadz Ahmad Faqih membuktikan
bahwa kita harus lebih terbuka dalam hal berpikir sehingga kita bisa lebih
aplikatif dan bermanfaat kepada masyarakat.
Ustadz Ahmad Faqih menambahkan bahwa HIMMPAS
UA harus lebih maju kedepan. Kalau bisa kegiatan diskusi ini harus diinfokan ke
semua mahasiswa, dan bisa juga di buat kurikulum atau kitab tertentu yang dibahas
secara perlahan dan hasil pembahasan itu ditulis dan dicetak kemudian di
publikasikan baik secara online maupun offline. Sehingga kita menjadi ummat islam
yang wasathiyah.
Komentar
Posting Komentar