Hari itu tanggal 10 Oktober 2014, “teerrrtt, teerrrtt,” handphone saya bergetar. Hari itu setelah isya, saya lihat layar handphone saya, “Ustadz Rizky” nama yang keluar di layar itu, dengan gugup saya angkat “kenapa Ustadz Rizky nelpon?” saya bertanya dalam hati. “Aina anta?” Ustadz Rizky bertanya. “Ana fil masjid, sa adzhabu ilal maktabul ikadi”, saya menjawab dengan Bahasa Arab (lagi belajar Bahasa Arab masa itu). “Nantadzir” beliau mengimbangi. “Na’am, assalamualaikum” saya menjawab sambil menutup telpon.

Sesampainya di tempat, saya mendapati beliau sedang berdiskusi dengan dua orang teman. Saya bergabung, dan mengambil posisi duduk diantara mereka. Setelah diskusi berjalan lama, ada teman yang bertanya: “bang, (kalau sedang diskusi kami memanggil abang) kadang kala saya bingung, karena belum jelas keinginanku sebenarnya, suatu saat ingin jadi hakim, di lain waktu ingin jadi akademisi, setelah waktu berubah keinginanku juga berubah ingin jadi politisi. Jadi belum jelas, gimana itu bang?”

“Visi kita kedepan adalah gambaran yang harus kita lakukan dan perlu direncanakan”, Ustadz Rizky menjawab dengan sedikit pengantar. Kemudian beliau melanjutkan “setelah itu, majulah langkah demi langkah, ada hal penting yang sangat perlu dilakukan adalah tuntaskan terlebih dahulu yang ada di depan mata, ya kalau antum yang jelas harus diwisuda dulu” beliau menjelaskan dengan menunjuk teman tadi. “Kemudian tetapkan prinsip sebagai pegangan agar tidak oleng kiri dan oleng kanan”, Ustadz Rizky mengakhiri jawabannya, karena melihat anggukan kami ditambah rasa kantuk yang memasung.

Malam itu saya mencatat satu pelajaran penting: kita harus menentukan visi yang besar dengan menyelesaikan tugas di depan mata terlebih dahulu. (Saudaraku tentukanlah visi masa depan yang besar, tetapi jangan lupa menyelesaikan masalah kecil di depan mata, masalah itu adalah jembatan menuju visi sebenarnya).

Perputaran waktu pasti membuat seseorang menemukan hal baru dalam hidupnya, berbagai macam corak hidup akan ditemukan. Hal ini akan membuat kita berpikir dan merenung “bagaimana untuk menghadapi hidup ini”? orang berlomba-lomba mencari posisi yang “aman” untuk dirinya, tentu ada yang mendapatkan posisi itu dan ada yang tersingkir.

Orang yang mendapatkan posisi yang “aman” tersebut tentunya melalui proses yang jauh dan banyak tantangan, orang yang mempunyai kemauan keraslah yang dapat melewatinya. Sebaliknya orang yang tersingkir adalah bukan orang yang secara alami tidak mempunyai kemampuan, mereka tersingkir karena kalah dalam proses, kurang kemauan, kurang berusaha, dan memposisikan diri pada posisi “santai” pada masa mudanya.

Selagi masih punya waktu, teruslah berbuat, sudah pasti; tantangan, rintangan, cobaan, ada di depan mata. Masa muda adalah masa yang sulit, maka berusahalah mengalahkan diri sendiri untuk melewati masa sulit itu. Orang yang merasakan kesulitan itu Insyaa Allah bahagia selanjutnya. Menyesal-lah dengan kelalaian masa lalu, masih ada waktu sebelum datang penyesalan yang tidak kunjung pudar.

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini