Kenapa kita lebih cenderung mempercayai berita yang datang dari orang yang kita sukai dari pada berita yang datang dari orang yang tidak kita sukai?

“Ketika saya membaca berita online, saya lebih cendrung mempercayai berita yang di upload/bagikan oleh orang yang saya kagumi, atau dari tokoh yang saya suka dari pada berita yang di upload/bagikan oleh orang yang saya tidak sukai, padahal beritanya pada konten yang sama”. Apa saudara juga mengalami hal yang sama dengan saya, mungkin kita semua merasakan hal yang sama pada kasus seperti ini. Padahal sejatinya berita itu mempunyai derajat yang sama, sampai kita tabayun dan menemukan kebenaran tentang berita yang dimaksud .

Apa yang terjadi dengan pikiran kita? bukankah kita pembelajar yang mempunyai orientasi kebenaran, bukan idealisme kelompok?  Kalau kita pembelajar dengan orientasi kebenaran, seharusnya berita yang bermunculan di masyarakat mempunyai nilai yang sama bagi kita, hingga kita mencari tahu kebenaran yang dimaksud dan dapat menyampaikannya kepada masyarakat.

Apabila kecenderungan kita masih lebih memihak pada persepsi kelompok, maka sebenarnya kita belum menjadi pembelajar sejati. Karena pembelajar sejati akan mengakui dan mendukung kebenaran dari pihak mana saja kebenaran itu berasal. Pembelajar harus menjadi lapisan masyarakat yang mempersatukan pada garis kebenaran, bukan mempersepsikan kebenaran pada kelompok kita saja.

Pengorganisasian pemikiran yang tidak terikat pada sekat-sekat kelompok, akan mengantarkankan kita untuk terus belajar dan mencari tahu tentang kebenaran sesungguhnya. Pengorganisasian pemikiran seperti ini ada syaratnya dan sangat penting; kita harus berhati-hati, kokoh, kuat dan istiqomah berpegang kepada nalar Al-Qur’an dan Hadist dalam banyak perkara, bukan pada nalar perasaan atau niat baik.

Selain itu, menurut saya perlu kita memetakan bangunan rambu-rambu analisa kita, sehingga kita jernih dalam berpikir. Rambu-rambu yang saya maksud itu adalah: Pertama, kita harus tetap pada nalar Al-Qur’an dan Hadist dalam memahami agama bukan pada niat baik atau perasaan. Kedua, persatuan dan kemaslahatan orang banyak adalah rambu pemikiran kita dalam bernegara dan berbangsa. Ketiga, kita pembelajar adalah pencari kebenaran dan menyampaikan kebenaran, bukan mencari kebenaran dan menyalahkan. terakhir, kita harus memahami bahwa setiap orang berbeda sehingga kita merasa lapang ketika terjadi perbedaan pemahaman.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini